Sunday, November 3, 2013

Kuburan Sang Mimpi

Cerpen
Kuburan Sang Mimpi


Mataku  masih sering  salah melihat, telingaku masih sering salah mendengar. Kesemuanya, Aku masih sering salah menilai. Karena aku bukanlah aku. Karena aku masih ada yang lain.
Aku sudah menjadi kriminal terhadap diriku sendiri. Aku yang plin-plan dan tak mengenal kata pendirian. Aku sudah membunuh diriku yang ini, diriku yang penuh mimpi, penuh asa dan penuh hayal.
Diriku yang lain menghasutku dan memasukkanku dalam ruangan terang. Teramat terang, seperti ada ratusan  lampu yang  menyala dalam sebuah kotak  yang sempit. Aku di paksa untuk memahami dan  menerima dengan  kaku segala hal yang namanya logis.
Dengan bersedih hati, kubuang diriku yang ini. Kukubur hidup-hidup dan ku tancapkan nisan bertuliskan MIMPIKU. Diriku yang ini sudah mati, aku sudah lupa sejak kapan sudah menebas habis hayatnya tanpa kompromi.
Kini, di pojokan onggokan tanah ini, tangisku menyeruak seperti ombak yang berderu menyerang pantai. Air mataku  menerjang layaknya tsunami ketika kulihat orang-orang di luar sana tertawa-tawa dengan  riang sambil memegang mimpi yang sudah bisa di dapatkannya. Sedangkan aku, masih berlutut disini dengan jutaan penyesalan yang tak bisa di tutupi.
Kenapa diriku yang lain sangat kejam ? apa salahku ? aku hanya ingin bermimpi. Tapi hasutannya menggodaku untuk segera mengakhiri harapan yang sejak dulu sudah membesarkanku.
Sekarang, aku sedang bersama diriku yang lain, dia yang sebelumnya kulihat biasa saja, kini tertawa pongah di atas kubur Sang Mimpi. Bajunya hitam legam seolah sudah siap dengan acara mengunjungi  makam  ini,  yang  entah berapa kali aku datang dalam setahun, sebulan, sehari atau bahkan setiap jam, menit dan detik.
"Jangan di tangisi lagi," katanya selembut permen kapas.
Bisa ku rasakan dia tersenyum  meskipun itu di dalam  hati.  Mentertawai kebodohanku, mungkin. Atau memang sengaja sejak awal dia sudah berniat menggiringku untuk melihat Sang Mimpi ini mati.
"Dulu, aku mengatakan  bahwa aku adalah aku. Tapi kini, aku malah melihat diriku yang ini terkubur seperti ini, sudah berapa lama dia mati ?" tanyaku seolah berusaha mengingat.
"Lama sekali, sangat lama. Aku saja lupa, apalagi kau yang sudah membunuhnya !"
Lagi-lagi aku di buat menyesal dengan ucapannya. Aku memilihnya ketika itu, karena aku sudah terlalu lelah menaruh  harap dan menumpuk mimpi-mimpiku didalam deretan lemari berdebu yang tak pernah bisa kubuat berguna.
"Kau hadir baru-baruan saja ketika itu. Saat aku sudah menginjak usia sepuluh tahun. Aku mulai mengenalmu yang bijak dan penuh ketegasan," kataku sedikit bergumam.
"Kau menyesal ?" tanyanya tetap datar.
Kepalaku  mengangguk. "Aku kehilangan diriku yang ini. Aku kehilangan diriku yang polos dan penuh mimpi. Lalu ketika kau datang, kau memaksaku untuk ikut bersamamu dan menjelajah dunia luar. Dunia yang belum ku kenal dan dunia yang sebelumnya belum pernah ku rasakan aura jahatnya,"
"Kau harus mengerti, bahwa dunia bukan  hanya berkutat pada dirimu yang sudah mati. Tapi dunia jauh dari segala hal yang kau tahu waktu itu,"
"Tapi harusnya aku masih tetap bisa menjadi aku."
"Kau akan tetap menjadi anak berusia 10 tahun jika masih tetap menjadi dirimu dan Si Mati ini. Kau perlu diriku dan kau membutuhkan aku waktu itu, sekarang dan dimasa depan,"
Aku ingin kabur saat ini juga. Tapi tentu tidak bisa. Diriku yang lain ini benar-benar seperti setan yang selalu mengekorku. Dia ada di saat aku membutuhkannya. Dia ada disaat aku mulai hilang arah. Dia ada disaat aku tak pernah bisa mengendalikan diriku.
"Kau tak perlu lari. Karena aku adalah bagian dari dirimu. Lakukan apa yang ingin kau lakukan, tapi aku  juga akan  melakukan apa yang seharusnya kulakukan," katanya saat kakiku sudah melangkah pergi meninggalkannya.
Senja makin kelabu saja di mataku. Tumpukan awan putih di langit barat daya sana makin membuatku  murung. Mengingatkan akan diriku. Awan itu adalah diriku yang mati tadi, tersingkir dan teronggok begitu saja. Kalah dengan  Mega yang sinarnya berpendar menebar ke segala arah. Sama dengan  diriku  yang lain  tadi, mendominasi hidupku dan menjadikanku manusia yang lain.

No comments:

Post a Comment