EPILOG
24 Desember 2012 : 16.32 WIB
Avi membuka pintunya pelan-pelan. Kepalanya menyembul keluar pintu dan melongok kekiri dan kekanan lebih dulu sebelum benar-benar keluar untuk menghirup udara segar. Di bawah terdengar riuh rendah suara keponakan-keponakannya dan juga saudara-saudaranya yang sedang berkumpul untuk mempersiapkan acara Natal. Karena itu Avi membalikkan badannya dan bertolak menuju balkon lantai dua dan memilih untuk menyendiri disana.
Menghirup udara langsung dari alam memang beda dengan menghirup udara dalam ruangan yang sudah di dinginkan oleh AC. Ketika Avi sedang asik menikmati taman belakang rumahnya melalui balkon. Tiba-tiba lengannya di apit oleh seseorang dengan lembut. Saat Avi menoleh, jantungnya langsung terasa mau copot. Meskipun selama di Palembang raganya tidak banyak melakukan sesuatu. Tapi hatinya banyak melakukan kegiatan. Salah satunya adalah spot jantung setiap kali melihat cinta pertamanya—Vega, yang akhir-akhir ini sering datang kerumahnya. Rumah mereka memang bersebelahan, karena itu, gampang saja jika Vega ingin mendatanginya.
Hanya saja, semenjak dia di himpit masalah keuangan oleh Papinya, kehidupan Avi hanya terfokus pada bagaimana bentuk tanggung jawabnya dan juga masa depannya. Dia tidak banyak memikirkan apa itu yang namanya cinta lagi. Bahkan, meskipun masih merasakan debaran yang sama saat dia pertama kali merasakan cinta pada Vega. Tapi Avi sedang berusaha untuk menahannya agar dia tidak jatuh lagi dalam kubangan asmara yang bisa membuyarkan fokusnya. Karena itu, semenjak di Palembang Avi banyak menghindari Vega.
“Kamu masih marah?” tanya Vega dengan lembut. “Maaf.”
Avi tersenyum sinis. “Jelas aku marah. Kamu pergi tiba-tiba dan nggak pernah ada kabar. Aku cari ke Palembang, tapi kamu pergi. Apalagi waktu aku dengar kalau kamu ternyata punya pacar lagi. Teman satu kerjaan lagi. Cowok lagi! anak yang namanya Theo itu, kan?”
“Kamu tahu banyak dari yang aku duga.”
“Itu sebabnya aku nggak pernah pulang ke Palembang kecuali kalau Mami minta.”
“Dan sekarang, kenapa kamu malah pulang sejak jauh-jauh hari? Kamu pengen aku balik lagi kayak dulu?”
Avi menggeleng. Tangannya melepas tangan Vega yang sedang mengamitnya. Cewek itu kaget dan bingung karena Avi sudah banyak berubah. Mata Avi menatap Vega lurus-lurus dan memasang mimik yang serius.
“Maaf. Tapi aku udah nggak tertarik lagi sama kamu!” kata Avi seraya meminggirkan tubuh Vega kesamping. Lalu dia berjalan pergi melintasi Vega dan kembali lagi ke kamar.
Jantungnya seperti sedang kelebihan energi memompa darah. Debarannya sampai membuat kepala Avi jadi berdentum-dentum dan menimbulkan rasa pusing berkepanjangan. Bisa di rasakan olehnya, lantai yang di injaknya saat ini bergoyang seolah ada gempa. Hingga hal itu membuat Avi langsung jatuh terduduk di lantai dan mengumpat kesal.
“Sialan! Akhirnya gue ngomong kayak gitu juga. Padahal besok kan Natal. Gue udah nyakitin hati cewek yang paling gue sayang. Sorry, Vega...”
-----END AVI-----
No comments:
Post a Comment