Thursday, November 21, 2013

VIOLEY 1 : JOLIE - "VENUS SAGA" - Dua

DUA


Kelapa Gading. 00.34 WIB
PRAAANGGG!!!
Avi buru-buru berlari masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Jol yang baru saja dia turunkan dari motor di teras rumah. Tanpa pikir panjang, Jol langsung  ikut masuk kedalam rumah mengejar Avi yang sudah lebih dulu melesat masuk ke dapur.
Saat sampai di dapur, Jol berhenti di ambang pintu yang membatasi antara dapur dan ruang makan. Matanya menatap heran ke lantai dapur yang sudah di penuhi oleh pecahan piring dan gelas. Didalam sana, sudah berdiri dua orang  cewek yang kelihatannya baru saja bertarung urat saraf  hingga menimbulkan adegan lempar piring dan gelas.  Jol bersyukur dia belum melepas sepatunya. Dia langsung mendekati Avi yang kelihatannya tidak berdaya menghadapi mereka.
“Esa, kenapa?” Jol langsung melangkah dan menghampiri salah satu dari kedua cewek itu. Adik Avi.
Cewek itu tidak menjawab pertanyaan Jol. Dia hanya diam dengan mata yang terus menatap nyalang ke arah cewek yang ada di hadapannya. Manda, pacar Avi yang kini tinggal selibat dengan mereka. Matanya menyiratkan kemarahan dan sepertinya kali ini sudah pada ambang batas.
“Elo cuma penumpang di rumah ini. Tahu diri, dong!” Esa menyipitkan matanya yang sebenarnya memang sudah sipit.
“Esa, STOP!!” lerai Avi. Dia berada di pihak pacarnya, Manda.
“Terus aja belain parasit ini. Suatu hari Kakak bakal sadar kalau kakak tuh cuma di porotin sama dia doang, mikir dong!” Esa menunjuk-nunjuk kepalanya sendiri seolah menginginkan kakaknya untuk berpikir dengan otaknya yang masih aktif.
“Esa, Kakak nggak pernah ngajarin kamu nggak sopan. Apalagi sama kakak kamu sendiri!” ujar Avi tegas.
Esa mengibaskan tangannya. “Hah, omong kosong!” tatapannya kembali nyalang lagi. “Inget ya, Kak. Kalau sampai parasit ini nggak keluar dari rumah secepatnya. Gue yang bakal ngusir dia pake tangan sendiri. Kakak pilih aja, gue yang ngusir atau Papi yang ngusir!” ujar Esa seraya berjalan melewati Manda. Tapi sebelum dia berlalu, Esa menyempatkan diri berbisik di telinga Manda. “Kere ya kere aja. Jangan manfaatin Kakak gue. Walau kakak gue takluk sama lo. Tapi gue enggak. Urusan lo sama gue. Inget itu!” ancamnya sebelum pergi.
Manda masih berdiri diam dan tidak melawan. Tatapan matanya sepenuhnya mengejek. Tapi begitu Esa berlalu, Manda langsung membalikkan tubuhnya menghadap Avi dan memakinya. “Adik kamu tuh barusan? Diajari darimana? Nggak punya rasa hormat sama yang lebih tua. Aku ini pacar kamu, Vi. Kamu harusnya bela aku, dong!”
Avi membingkai wajah pacarnya dengan lembut. “It’s oke, Beb. Ntar biar aku yang bujuk Esa. Sekarang kamu naik dulu ke kamar,” Katanya seraya menggandeng Manda keluar dari ruang dapur. “Awas, hati-hati. Jangan sampai kaki kamu kena pecahan beling!”
Manda langsung berjalan keluar dari dapur lalu naik ke kamar. Kamarnya dan Avi yang mewah dan di penuhi dengan berbagai macam barang  elektronik super lengkap.
“Hoi, lo nggak berlebihan?” tanya Jol begitu mereka tinggal berdua. Dia mulai memunguti pecahan piring dan gelas yang berserakan di dapur.
“Udah biasa, Kak. Paling-paling juga Esa dulu yang mulai. Mereka selalu gitu kalau gue nggak ada di rumah atau telat pulang.”
Jol berhenti memunguti pecahan piring. “Hey, denger kata gue! Lo itu terlalu penyabar dan terlalu goblok kalau gue bilang.”
Avi tersenyum. “Temen baru gue juga bilang  gitu.”
“Temen baru? Lo punya temen baru?”
Avi mengangguk. “Gue kan temenan sama dia udah lama. Lama banget malah. Cuma emang gue nggak pernah cerita ke elo, sih. Kali ini beda. Dia normal beneran. Dan dia galak luar biasa.  Cuman masih galakan Manda, sih. Tapi nih anak tuh baik. Muslim.”
“Jangan bilang ke gue kalau dia pakai jilbab?” tanya Jol sambil menyembunyikan senyumannya.
Avi tergelak, “You know me so well, Sist!
What?” Jol menatap Avi tak percaya. “Bukannya lo dulu udah gembar-gembor ke semua Femme di Cafe atau dimanapun kalau lo nggak bakal deket-deket sama cewek berjilbab bahkan pacaran sama dia?”
“Wesss, jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Gue cuma temenan sama dia. Nggak lebih. Lagian dia nggak masuk kriteria gue. Lo tahu kan nggak sembarangan cewek gue pacarin biarpun di antara kita bertiga, gue yang paling sering gonta-ganti pacar,” katanya dengan bangga.
Jol menatap Avi dengan mimik penasaran. “Anaknya cakep?”
Avi menggeleng. “Nilainya enam. Dadanya aja nggak numbuh sempurna. Jauh kemana-mana sama Manda. Tingginya cuma satu-lima-lima.”
“Terus, apa yang bikin lo  tertarik?”
Avi berhenti memunguti pecahan beling. Terlihat berpikir sejenak. “Mungkin karena dia open mind.”
“Di luar sana juga banyak kok cewek yang open mind.”
“Tapi dia beda, Kak. Ngomongnya nggak pake basa-basi dan... aku bingung juga. Apa ya?” Avi mulai berpikir keras.
“Lo suka sama dia.” Jol menebak.
“Hah?”
Jol mengangguk sambil memasukkan pecahan beling ke dalam tong sampah. “Lo suka sama dia, Vi. Udah kelihatan. Mungkin aja ada hal lain dari dia yang bikin lo tertarik dan...”
“Dan?”
“Gue yakin, waktu lo buat main cinta-cintaan sama Manda bakal segera berakhir seiring masuknya dia dalam kehidupan lo. Lambat laun juga, dia yang bakal bikin lo sadar.”
Avi menggeleng. “Kayaknya nggak mungkin deh, Kak. Setelah aku pikir-pikir lagi. Aku sama dia itu punya ketertarikan yang sama.”
“Apa?”
“Banyak!”
“Kasih lihat dia ke gue. Gue pengen tahu anaknya kayak gimana.”
“Kayaknya lo bakal ngasih nilai yang sama ama gue deh, Kak. Enam!”



01.50 WIB
Avi meletakkan Jol di kamar tamu yang ada di lantai bawah, dekat dengan ruang tamu. Untuk malam ini, Jol memutuskan menginap di rumah Avi. Karena dia yakin, dua orang yang berusaha menculiknya tadi pasti sedang mengintainya. Berpindah-pindah tempat untuk saat ini akan lebih nyaman baginya. 
“Sorry kalau rada berantakan.” ujar Avi sambil memasang sarung bantal terakhir.
“Lo masih suka masukin anak-anak ke sini?” tanya Jol seraya membuka jaket dan sepatunya. Dia paling tahu kebiasaan Avi yang suka hura-hura dan mengajak teman-teman clubing-nya menginap di rumah.
“Kadang. Paling-paling  sekarang yang suka dateng cuma temen-temennya Manda.”
Jol menatap Avi lagi. Kali ini tatapannya benar-benar serius. “Vi, gue serius. Lo putusin aja deh si Manda. Nggak ada gunanya bertahan sama dia.”
“Aju yang pacarannya nggak jelas  sama Margaret aja bisa bertahan lebih dari empat tahun, Kak. Kakak juga lagi pengen nekat bawa kabur anak orang. Kenapa aku nggak boleh sama Manda?”
“Kasihan Esa. Udah kakaknya Butchi. Tinggal selibat sama pacarnya. Pacar kakaknya nggak tahu diri lagi.”
Avi tersenyum hambar. Dia tidak pernah bisa membantah apa kata Jol. Sebagai senior sekaligus orang yang sudah di anggapnya sebagai kakak sendiri, Avi selalu menghormati apapun yang di katakan Jol meskipun pada akhirnya dia akan memilih pilihannya sendiri.
“Istirahat deh, Kak. Udah kelewat malem. Aku juga udah capek. Kalau mau makan, ada dimsum di kulkas.”
“Gampang,” jawab Jol seraya melepas celananya dan hanya mengenakan boxer. “Gue mau mandi.”
Avi menutup pintu kamar begitu Jol masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Langkahnya langsung bertolak menuju kamarnya sendiri di lantai atas.
Didalam kamar, Avi langsung menuju tempat tidur dimana Manda sudah berbaring  disana. Menunggunya.
“Sayang, besok Iphone yang baru udah keluar, lho,” ujar Manda begitu melihat Avi menghampirinya dan langsung memeluknya.
“Tapi kan di Indonesia belum keluar, Beb.”
“Nggak mau tahu. Pokoknya pengen Iphone five,” Manda merengek.
“Mungkin di Taiwan udah keluar.”
“Yes! Jadi boleh?”
Avi mengangguk. “Iya.”
Manda langsung mendaratkan ciumannya di pipi Avi. Kemudian memeluknya hangat.


No comments:

Post a Comment