Thursday, November 21, 2013

VIOLEY 2 : AVI - "SINCERELY" - Satu

SATU




17 September 2012 : 07.23 WIB

Avi masih terbatuk-batuk begitu turun dari kamar. Setiap pagi dia harus mengecek kondisi Toko dan juga karyawannya, tapi saat dia sudah masuk toko meubel yang di jaganya atas perintah Papinya itu, Avi mendapati toko masih sepi. Empat pegawainya belum ada yang datang. Sedangkan dua pegawainya lagi sudah memasang muka di dalam toko dan memberi salam padanya.
“Boss sakit?” tanya Kang Daduk. Karyawan tangan kanan Papi Avi.
“Cuma meriang, Kang.” Jawab Avi sambil mengambil duduk di kursi kerjanya.  “Hari ini ada pesanan barang buat di kirim, kan?”
“Ada, udah di kirim pagi-pagi banget sama Rudi dan Ikram.”
Avi menganggukkan kepala. “Barang datang dari Kalimantan gimana, Kang?”
“Sudah di handle sama Koh Daniel,” jawab Kang Daduk sambil memberikan buku laporan tentang barang masuk.
“Oke, deh. Hari ini handle toko dulu bisa kan, Kang? Aku mau ke Dokter dulu.”
“Sendiri? biar  Akang antar aja!”
“Nggak usah. Mau ke Dokter Nathalie. Tinggal nyeberang ini.”
Kang Daduk mengela nafas. Anak pemilik Mebel kayunya itu memang tidak akan pernah mau menerima bantuan dari siapapun selama kakinya masih bisa tegak berdiri menopang tubuh. Biarpun wajahnya pucat dan kepalanya hampir lepas dari leher, tapi selama kakinya masih bisa berdri. Dia akan tetap pergi kemana-mana sendiri.


10.56 WIB

“Koko!” seru Esa begitu melihat sosok cowok berkulit kuning langsat, tinggi jangkung  dan berwajah manis masuk ke dalam rumah.
“Hey, Lea mana?” tanyanya begitu masuk dan melihat Esa sedang beres-beres.
“Ke dokter. Dia kan lagi sakit! Ada perlu?” tanya Esa balik.
“Enggak.”
Esa senang sekali melihat Daniel datang kali ini. Dengan begitu dia bisa punya teman bercanda. Daniel adalah anak rekan bisnis Papi Esa dan Avi, sekaligus orang yang di percaya untuk menjadi pengawas Toko mebel dan furnitur yang di jaga oleh Avi. Semua itu di karenakan Papi Esa yang sangat menginginkan Daniel menjadi menantunya. Karena itu, Papi Esa berniat menjodohkan Avi dengan Daniel. Hanya sayang, Avi tidak akan pernah mau menerima perjodohan itu. Apapun alasannya. Selain itu, Daniel juga ikut memanggil nama Avi dengan ‘Lea’ seperti panggilan dari keluarga Avi.
Usia Daniel sudah cukup matang. Hanya saja dia belum menikah dan lebih suka dengan kegiatannya sendiri. Mulai dari hobby-nya fotografi hingga mengawasi Toko kayu miliknya sendiri.
“Ko Daniel harusnya nganter dia ke dokter. Datengnya telat sih.”
Daniel tersenyum sambil membenarkan letak kacamatanya. “Mami kamu katanya mau datang, ya?”
Esa mengangguk. “Makanya ini lagi ribet beres-beres. Jangan sampai Nyonya besar pulang dan semua berantakan.” gerutunya. “Gara-gara Manda, semua jadi kacau.”
“Ceweknya Lea? Masih disini?”
Esa mengangkat bahu. Dia ingat betul kalau pacar kakaknya itu sudah pergi sejak tiga minggu lalu dan tidak ada kabar. Bahkan tanpa pamit lebih dulu pada Kakaknya. Esa sampai geram begitu melihat Kakaknya yang hidup seperti ikan tanpa air. Kelabakan.
 “Koko Daniel mau jemput Mami di bandara?” tanya Esa untuk mengalihkan perhatian Daniel dari obrolan tentang Manda. “Aku yakin, pasti dia nggak mau naik taksi.”
Nice Idea. Tapi bukannya lebih baik kalau aku jemput orangnya sama Avi?”
Esa mengerutkan dahinya sejenak. “Biar kelihatan kayak pasangan?”
Daniel mengibaskan  tangannya sambil tertawa geli. “Bukanlah! Ntar yang ada malah aku sama dia kayak pasangan homo!”
Esa tertawa terbahak-bahak. Bukan sekali ini Daniel mengajaknya bercanda. Tapi baru kali ini dia benar-benar bisa membuat Esa tertawa karena kakaknya.
“Aku pikir perjodohan itu jadi,” gumam Esa sambil mengelap meja.
Daniel tertawa tertahan. “Kamu ngebet banget pengen punya kakak ipar kayak aku ya?”
“Siapa yang nggak mau? Mapan, pinter, ganteng, tinggi dan... meskipun kata Kak Lea nilai Koko itu cuma delapan, hahaha...”
Danniel membuka kulkas yang berisi banyak makanan. Di ambilnya sebotol yogurt yang biasa di minum Avi sehari-harinya. Sudah beberapa hari ini dia tidak datang ke toko Avi, bahkan masuk rumahnya. Dan semuanya langsung terlihat berbeda. Bisa jadi itu karena hilangnya satu  spesies betina yang  sudah sejak berbulan-bulan lalu tinggal di rumah ini dan menimbulkan banyak kekacauan karena Esa sangat membenci orang itu, Manda. Pacar Avi.
Baru saja Daniel duduk di ruang tengah dan menyalakan TV. Sudah terdengar suara motor Avi yang mengaum di teras. Daniel pura-pura tidak tahu dengan kedatangannya dan memfokuskan diri menonton TV. Tapi aktingnya gagal, karena Avi langsung melompat duduk di sebelahnya dan merebut yogurt yang isinya sudah habis setengah dari tangan Daniel.
“Udah ijin yang punya apa belum, Bang?” tanya Avi dengan nada bergurau.
Daniel langsung menoleh ke arah Avi. Anak itu sudah terlihat jauh lebih baik, tidak terlihat seperti orang sakit malah. “Yaelah, pelit banget!” Daniel cemberut. “Habis dari Dokter Nathalie, ya?”
Avi mengangguk antusias, lantas mengacungkan yogurt yang ada di tangannya tepat di depan wajah Daniel. “Gue simpen di kulkas lagi. Kalau mau lagi, beli ndiri!” kata Avi sambil ngeloyor pergi menuju dapur. Saat di dapur, dia melihat adiknya sedang sibuk membereskan perkakas. “Lagi apa, Sa?”
“Bikin anak!” jawab adiknya ketus. Avi menaikkan sebelah alisnya. “Lo nggak lihat gue lagi beres-beres?” sembur Esa dengan omelannya.
Daniel terkekeh-kekeh dari arah ruang makan. “Mampus!” ledek Daniel seraya membuka kulkas dan mengambil sebotol yogurt lagi.
“Ihh, nggak tahu diri ya nih orang. Balikin, nggak?!” ujar Avi seraya merebut yogurtnya dari tangan Daniel. Tapi kali ini tidak berhasil.
Telepon berdering. Tapi Avi tidak peduli dan membiarkan Esa yang berlari untuk mengangkatnya.
“Hey, lo bukannya lagi sakit?” tanya Daniel untuk mengalihkan perhatian.
“Sekarang udah sembuh. Kan yang ngasih obat Dokter Nathalie!” jawab Avi seraya duduk di sofa depan TV. Nafasnya ngos-ngosan karena lari-larian mengejar Daniel. Perhatiannya dengan cepat beralih ke acara anime yang tidak sengaja di pilih Daniel.
Ekspresi Daniel langsung berubah begitu mendengar nama Dokter Nathlaie. Dokter yang sudah dekat dengan Avi, bahkan saat anak itu masih duduk di bangku SMA. Tentu saja dekat dalam artian suka. “Di kasih obat apa tadi?” tanya Daniel yang ikutan mengambil duduk di sebelah Avi. Tangannya di bentangkan di punggung sofa.
“Percaya nggak kalau gue tadi minta cium?”
Daniel menahan tawanya. “Dasar Ratu Gombal. Ngigau itu kalau emang terjadi.”
Avi terkekeh. Tapi tangannya langsung meraih sebuah kantung plastik dari dalam saku jaketnya. Mengeluarkan bungkusan obat dari Dokter. “Dikasih syrup obat batuk. Obat maag. Obat demam. Obat tidur dan...”
“Obat bius?” tukas Daniel sambil nyengir.
“Obat  sembelit!”
Daniel terkekeh sambil memegangi perutnya. “Elo sembelit?”
“Kak, Mami tuh. Minta jemput!” seru Esa dari arah dapur.
“Ngapain dia? Kan udah di bilang jangan kesini. Kamu juga kan udah kakak larang. Jangan telepon. Masih juga di telepon,”
“Habis, kakak semalem tuh udah kayak orang mau mati. Harusnya semalem itu kakak udah tanda tangan surat wasiat!”
“Enak aja kalau ngomong!”
“Udah ah, buruan jemput Mami!”
“Dimana?” tanya Avi santai dan masih belum mau beranjak.
Esa memandang kakaknya kesal. “Di surga!”



Violey Cafe : 21.49 WIB

“Jadi nonton Miyavi?” tanya Aju begitu melihat sahabat karibnya duduk di deretan meja bar.
Avi mengangguk. “Mungkin sama Koko. Kalau dia nggak mau ya sama lo aja.”
“Koko? Daniel?”
Avi mengangguk lagi. “Siapa lagi?”
Aju terkekeh geli. “Jadi perjodohan itu beneran ada? dan elo...”
“Bisa nggak lo jangan ngomongin itu? jijik gue dengernya!”
Dengan menyipitkan matanya, Aju mendekatkan wajahnya pada Avi dan bicara dengan berbisik. “Gue rasa Daniel itu emang jodoh lo.” Katanya sambil mengangguk serius.
Mata Avi melotot galak. “Sekali lagi lo ngomong gitu, gue nggak bakal tanggung-tanggung, Ju!” Avi mulai mengepalkan tangannya.
Aju membalikkan tubuhnya. Berjalan menuju mesin kopi dan mulai meracik kopi untuk Avi. “Mami lo udah nyampe?”
“Selamat  sentausa sampai tujuan. Dan dia langsung minta di pijitin. Udah mirip nyonya besar aja kelakuannya,” gerutu Avi kesal seraya meraih air mineral botol yang ada di dekatnya. “Malam ini agak rame. Anak-anak datang?” tanyanya begitu mengedarkan pandangan ke sekeliling.
“Lagi pada di atas. Ada Mayang juga,”
Aju mengangguk dan  meletakkan secangkir coffee latte dengan motif art leaf . Seperti biasa, Avi akan memfotonya dulu sebelum menikmati kopi buatan Aju. Lalu mengupload foto itu di instagram atau twitter miliknya.
“Beib...”
Belum sempat Avi meraih cangkir kopinya. Seorang cewek dengan rok mini berwarna merah menghampirinya. Bunyi gelangnya yang gemerincing langsung bisa membuat Avi bisa mengenali suara siapa yang ada di belakang punggungnya. Mayang, salah satu girfriend-nya. Avi langsung memutar tubuhnya dengan memasang senyum mengembang. Cewek itu langsung mendaratkan ciumannya di bibir Avi dan dia menikmatinya.
“Kamu baru nyampe, ya?” tanyanya sambil bergelayut di leher Avi.
Avi mengangguk. “Kamu?”
“Dari tadi.”
Mereka ngobrol dan berbasa-basi seperti biasa. Aju tidak mempedulikan mereka. Dia lebih fokus pada pekerjaannya. Malam semakin larut. Jam dinding diCaffe itu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tapi karyawan barunya belum juga datang.
“Di bantuin nggak, Ju?” tanya Avi begitu melihat Aju sedang membereskan gelas-gelas dan cangkir ke dalam lemari penyimpanan.
No worry. Have fun aja,” jawab Aju dengan mengibaskan tangannya dari balik meja dapur. Kepalanya hilang ditelan meja dapur yang terhubung dengan meja bar. Di dalam meja dapur itu terdapat lemari penyimpanan perkakas.
“Malem!”
Avi langsung menoleh ke arah pintu yang baru saja di buka. Seorang butchi dengan jaket merah baru saja masuk dan langsung nyelonong ke dapur. Rere. Aju berdiri dan memperhatikan anak itu sekilas. Lalu tidak mengindahkannya lagi.
“Sorry telat, Ju. Gue tadi habis nganter GF gue,”
“Gue udah bilang, kan. Lewat dari tiga kali lo ngelanggar aturan gue. Potong gaji!”
“Jangan gitu dong, Ju. Gue lagi butuh duit,”
Avi memperhatikan mereka berdua dari meja bar. Tidak peduli dengan Mayang yang sedang gelendotan di pelukannya dan berusaha mengajaknya ngobrol.
“Sayangnya gue udah bikin aturan. Dan aturan itu juga yang di bikin Kak Jol. Lo tinggal pilih aja, potong gaji atau pecat!”
Aju tetap dingin dan terus berjalan hilir mudik sambil merapikan barang-barang yang tidak sesuai dengan tempatnya. Meskipun Rere berkeras merayu Aju, tapi tetap saja Aju tidak bergeming dengan keputusannya.
“Udah, kita closing aja jam dua belas. Kasih tahu anak-anak aja, Re!” sela Avi saat Rere terus saja mengejar Aju dan membujuknya agar mau memaafkan kesalahannya malam ini.
Rere tidak membantah. Dia langsung naik ke lantai dua dan menghilang di balik tangga. Mayang menatap Avi dengan wajah cemberut. Tapi yang di tatap malah hanya tersenyum.
“Beib, seriusan nih mau closing?” tanya Mayang tetap dengan gaya manjanya.
Avi tersenyum sambil melirik Aju sekilas. “Iya. Aku rasa Aju lagi capek. Nggak ada yang gantiin juga,”
“Emang Kak Jol kemana sih?”
“Kak Jol lagi ada urusan. Dia lagi dinas ke Malaysia. Kan Papanya buka cabang  disono.”
“Wah, hebat. Jadi Cafe ini di pegang Aju dulu dong?” tanya Mayang seraya melemparkan pandangannya ke Aju.
Aju tersenyum. “Iya, cantik.”
Mayang  tergelak mendengarnya. “Jadi kita nggak bisa party lagi dong kalau nggak ada Kak Jol?”
“No party selama dua bulan. Kita cuma ngadain acara pertemuan rutin mingguan aja dan nggak ada party, oke!” jawab Aju kalem tapi tegas.
“Aju nggak seru banget, deh,” ledek Mayang.
“Hidup ini udah terlalu seru, sayang. Dan disini peranku sebagai Hakim yang serius.”
Mayang menoleh ke arah Avi dengan kening berkerut. Avi menatapnya dengan tawa yang terkekeh.
“Malam ini kalian nggak asik,” ujar Mayang dengan bibir mengerucut. “Gue pulang!” katanya sembari membetulkan letak tasnya dan langsung menyerbu bibir Avi lebih dulu sebelum pergi. Mayang tidak sadar kalau baru saja dia menubruk Avi dan membuatnya seperti di cium gajah. Seluruh isi mulut Avi terasa rontok, karena Mayang menubruknya terlalu keras.
Aju memperhatikan Avi yang terus saja memegangi bibirnya. “Sakit, Blay?” tanya Aju pada Avi begitu Mayang menghilang dari balik pintu Cafe. Avi memegangi bibirnya dan sedikit mengecapnya sedikit.
“Perih!” jawab Avi sambil menjilati bagian dalam bibirnya. Mayang sengaja menyerbu dan menabrakkan bibirnya ke bibir Avi hingga rasanya bibir Avi seperti di lempar penghapus papan.
“Makanya. Jangan kebanyakan GF. Lama-lama bibir lo bisa aus!”  ledek Aju.
“Kampret!”

♀ ♀ ♀

No comments:

Post a Comment