Thursday, November 21, 2013

VIOLEY 2 : AVI - "SINCERELY" - Prologue

BAGIAN DUA
AVI
“SINCERELY”

draw by : Agnes Cecile

PROLOG

Esa membanting kantung kompresnya ke lantai. Mulutnya mengomel sejak tadi.  Jika saja dia tidak butuh seorang kakak di dunia ini, pasti dia sudah menghabisi makhluk Butchi yang sedang terbaring lemah di hadapannya ini dengan satu tangan.
See, mana cewek yang ngaku bini lo itu? dia ilang kan di saat kayak gini? Habis manis sepah di buang. Ngerti, nggak?” omel Esa untuk kesekian kalinya. “Lo harusnya nyadar dong, Kak. Lo buang aja tuh cewek yang ngaku bini lo atau apapun lah itu. Bullshit aja!”
“Esa...” suara Avi serak parah. Demamnya mencapai tiga puluh tujuh derajat dan dia sudah lemah tak berdaya. “Kamu balik ke kamar aja deh. Tidur sono. Udah malem. Belum ngerjain PR juga, kan?”
Esa mendengus. “Aku telepon Mami aja deh suruh kesini,”
“Jangan. Mami kan lagi repot,”
“Haarrgghh... biar ngerti kalau anaknya sakit!”
Emosi Esa sudah tidak bisa di tahan. Dia segera kembali ke kamarnya dan mengambil Hp yang setiap hari hanya tergeletak sia-sia di kasur.  Dia langsung menghubungi satu kontak yang sudah di simpan didalam memori Hp-nya.
“Mi!” sapa Esa begitu telepon tersambung dan terdengar suara berdehem dari seberang. “Mami!” ulang Esa lagi tanpa basa-basi.
“Apa? telepon itu yang sopan. Sama orang tua jangan asal bentak. Jangan kayak Papimu. Ngomongnya nggak bisa santai.”
“Mi. Kakak sakit!”
“Bawa ke rumah sakit lah,”jawab Maminya enteng.
“Ih, Mami. Demamnya udah tiga puluh tujuh. Kalau sampai naik lagi, terus dia step dan jadi idiot. Siap yang rugi? Aku sama Mami, kan?”
Mamanya tergelak dari seberang. “Mana mungkin orang demam bisa jadi idiot.  Ada-ada aja,”
“Mami... Mami nggak tahu. Kakak ini beneran udah jadi idiot. Dia di manfaatin cewek, tapi nggak sadar-sadar. Kalau bukan idiot, apa namanya?”
“Mami kan udah bilang sama kamu. Kalau dia berubah jadi hedonis dan nggak produktif. Kamu boleh melaksanakan hukuman mati buat dia,” ujar Mamanya dengan tawa terkekeh.
“Mami. Aku serius. Cepet kesini sekarang juga!”
“Kamu pikir jarak Jakarta-Palembang tinggal kepleset sampe? Tunggu besok lah.”
“Ya udah. Terserah. Mau bulan depan juga boleh. Tapi itu kalau Mami mau lihat  abunya kakak udah di tebar di laut,”
Bipp.Esa mematikan teleponnya. Meskipun Maminya bisa datang kapanpun, tapi rumah yang Esa tinggali berdua dengan Avi itu sudah menjadi hak milik Avi. Bukan atas nama Maminya lagi. Kini Maminya berada di Palembang dan Esa tinggal hanya berdua dengan kakaknya, Kiera Asa Avrilea yang biasa di panggil Avi oleh teman-temanya dan di panggil Lea oleh keluarganya.

No comments:

Post a Comment