Thursday, November 21, 2013

VIOLEY 1 : JOLIE - "VENUS SAGA" - Enam

ENAM



Jakarta, 30 November 2010 : 06.35 WIB
Aju dan Avi di kejutkan oleh suara dering telepon yang membahana pagi itu. Mata Avi mengerjab seperti bintang pudar. Pandangannya masih kabur dan badannya masih lemas untuk di ajak beranjak dari tempat tidur.
“Ju, telepon.” kata Avi dengan malas  dari tempat tidurnya.
“Lu aja. Ngantuk gue.” jawab Aju tanpa bergeming.
KRIIINGG!!!
“Haaarrggghh!” dengan gusar, Avi bangun dari tidurnya dan menatap Aju yang masih meringkuk di tempat tidurnya sendiri. Avi lantas turun dari tempat tidur dengan malas  dan meraih kaos  oblongnya. Dengan mata masih setengah terpejam, dia berjalan menuju meja di dekat ruang tengah, dimana telepon rumah terpasang disana.
“Hallo!” sapa Avi malas.
“Avi!!!” sapa suara dari seberang dan Avi kenal betul suara itu. Jol. Tapi tetap saja masih belum bisa membuat mata Avi terbuka sepenuhnya. Semalaman dia bergadang  dengan Aju dan bermain PS  hingga hampir subuh. “Woooiii, udah bangun belum?”
“Iya, udah. Kenapa?”
“Gue udah merrid. Gue udah punya surat nikah!” ujar Jol kegirangan dengan tawa yang terus berderai.
Avi menjauhkan telepon itu dari telinganya dan memandangi gagang telepon itu dengan heran. “Oh, selamat ya, Kak. Ntar kalo udah balik, jangan lupa sukuran,” katanya dengan nada datar.
“Jangan kawatir. Ntar gue bawain Sticky Rice,”
“Lo nggak ada oleh-oleh lain selain makanan yang itu-itu mulu kalau di bawa pulang ke Indonesia?”
Tidak ada jawaban dari seberang. Hanya tawa yang terus berderai. Avi sedikit menjauhkan telepon itu dari telinganya dan memandangi telepon itu lagi karena tawa Jol sangat mengganggu pendengarannya yang sensitif.
“Dasar sinting!” cemooh Avi kemudian.
“Apa lo bilang?” tanya suara di seberang.
Avi terdiam. Malas menanggapi. Tapi kemudian matanya terbelalak. “Kak, jangan-jangan lo bohong lagi bilang mau ke Belanda tapi malah Ke Thailand. Lo bohong, kan... Lo pasti bohong!”
“Lo ini antara pesimis sama nggak bisa menerima kenyataan atau gimana sih? Gue bingung. Kan minggu lalu sebelum berangkat, gue udah bilang. ‘Gue ke Bangkok dulu. Ketemu sama Mama dulu. Minta restu. Habis itu terbang ke Belanda, ketemu Papa. Terus terbang ke Kanada, nyamperin Clary sekalian Nikah deh disono. Habis dapat surat nikah. Balik lagi ke Bangkok. ‘kawin’ deh di Bangkok!” ujar Jol sambil menekan kata ‘kawin’ dengan jelas.
“Sarap!” Avi mulai geli sendiri.
Mata Avi sudah sepenuhnya terbuka dan dia sudah sadar 100%. Apapun cerita yang  di ungkapkan Jol selama dia ada di Bangkok, bisa di tanggapi Avi dengan cepat dan pada akhirnya mereka tertawa terbahak-bahak.
Tapi meskipun begitu, ada yang membuat Avi begitu iri pada Jol. Jol bisa melakukan apa yang di inginkannya. Termasuk bisa menikah dengan sangat bebasnya tanpa peduli hal apapun. Selain uang, Jol juga memiliki darah seorang Belanda. Papanya seorang warga Belanda yang menikah dengan wanita keturunan China-Bangkok. Dari perkawinan mereka, lahirlah tiga orang anak yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Tapi pada akhirnya anak bungsu memutuskan untuk menjadi seorang Butchi. Yaitu Jol.
Sejak kecil Jol sudah menetap di Bangkok karena dia lahir disana. Tapi begitu dia menginjak usia sepuluh tahun, dia ikut dengan Papanya di Belanda dan hidup berdua dengan Papanya disana.  Memiliki Ayah seorang Pengusaha dimana Perusahaannya bergerak di bidang keamanan, dan dengan perusahaan cabang yang terletak di tiga negara yaitu Bangkok, Amsterdam dan Jakarta, akhirnya Jol di kenalkan dengan negeri Indonesia.
Jol mulai menetap di Indonesia dan menggugurkan salah satu kewarganegaraannya  setelah dia tinggal bersama Tantenya yang sudah lama tinggal di Jakarta sejak tahun 2002.  Awalnya Papanya tidak setuju. Tapi begitu melihat Jol bisa menjalani hidupnya dengan mandiri di Jakarta, di kota yang sebelumnya belum pernah dia tinggali dan tidak ada seorangpun yang mengenalnya. Papa Jol pada akhirnya luluh dan membantu anaknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia.
Tahun 2007, Jol baru bisa mendapat status pewarganegaraan setelah dia menggugurkan status warga negara Belandanya. Selama lima tahun itu Jol di pekerjakan Papanya di dalam Perusahaannya yang berada di Jakarta dan menjadi seorang karyawan dalam staff keuangan. Selama lima tahun dia belajar bahasa Indonesia dengan baik dan benar melalui Tantenya dan juga teman-temannya baik di kantor maupun mengikuti kursus di Bimbel. Karena itu dia bisa mendapat status pewarganegaraan selain memenuhi syarat-syarat yang lain.
Avi menutup teleponnya. Dia menghela nafas seolah-olah benar-benar merasakan kelegaan yang luar biasa. Mendengar cerita dari Jol tadi bahwa sebenarnya dia hanya mengajak Reta ke Belanda untuk sekedar jalan-jalan saja.  Selebihnya mereka terbang ke Kanada dan melakukan ritual pernikahan disalah satu gereja di sana. Negara itu melegalkan surat nikah untuk pasangan gay atau lesbian yang hanya datang untuk menikah saja. Meskipun sebenarnya  Jol bisa pergi ke New Zeland. Tapi Jol memilih negara itu karena kakaknya berada disana.  Jol dan Reta akan secepatnya pulang ke Jakarta sebelum usia kandungan Reta tua, selama Vino dan teman-temannya berhenti dengan usahanya untuk meneror Reta. Jol setuju dengan rencana Reta untuk melahirkan di Jakarta saja dan kemudian mendaftarkan akta anak itu kelak sebagai anak Tantenya Jol yang ternyata sudah lebih dulu mengatakan pada Jol bahwa anak itu akan menjadi anak angkatnya.
Kepala Avi rasanya langsung pening karena bingung memikirkan rencana-rencana gila Jol yang terkadang sulit untuk di pahami. Tapi meskipun begitu, Avi juga ingin seperti Jol. Berjuang untuk cinta dan perasaannya dengan begitu gagah beraninya. Bahkan dia tidak takut mati. Persis seperti yang selalu Jol bilang mengenai perjuangan orang-orang seperti mereka. Venus Saga.
“Lo nggak kuliah?” tanya Aju begitu keluar kamar dan mendapati Avi yang masih tertegun di dekat meja telepon.
“Iya, mau berangkat.”
Sebelum Avi pergi, Aju meraih lengan anak itu terlebih dulu. “Tunggu, beresin tempat tidur lo dulu. Gue benci lihat kasur berantakan!”
Avi melongok kedalam kamar  dengan dua tempat tidur itu. Dia langsung lemas begitu melihat bagian tempat tidurnya super berantakan dan berbanding  terbalik dengan tempat tidur yang ada di sebelahnya, milik Aju. Rapi. Kemudian dia menatap ke arah Aju sekilas. Dia tak akan bisa mengalahkan Aju dalam hal kerapian. Aju seperti prajurit yang tinggal di akademi militer. Rapi, santun, sopan  dan kalem, namun tegas. Berbanding terbalik dengan dirinya.


No comments:

Post a Comment